Manajemen Pendidik Dayah
Manajemen Pendidik Dayah
Oleh: Samsul Fuadi, S.Pd.I
A.
Pendahuluan
Pemerintah Aceh satu provinsi di Indonesia yang mengurusi
pendidikan pesantren (dayah), yang dikendalikan oleh Badan Pendidikan dan
Pembinaan Dayah (BPPD) Provinsi atau Kabupaten/Kota.[1] Merupakan
satu-satunya lembaga pendidikan pondok pesantren yang mendapatkan legalitas pendidikan
dan menjadi warisan kearifan lokal yang mendapat perhatian lebih dari
pemerintah.
Historis Fase cikal bakal
awal intervensi pendidikan dayah oleh Pemerintah Aceh berawal dari kebijakan
klasifikasi Dayah melalui serangkai keputusan gubernur (Pergub) pada 2003,
periode Abdullah Puteh, kemudian diperbaharui oleh Irwandi Yusuf melalui
intruksinya pada 2008. Satu poin yang peling menguntungkan dayah adalah untuk
melakukan klasifikasi pendidikan dayah di Aceh secara komprehensif dan
profesional melalui tipikal dayah bertipe A, B, C dan nontipe.[2]
Legalitas dayah yang terakreditasi A mampu berkompetisi pada perguruan tinggi
dan hampir sama kedudukannya dengan pendidikan formal lainnya.
Pendidikan dayah sedang mendapat perhatian lebih dari Pemerintah
Aceh, dengan serangkaian tujuan yang mendasar termaktub dalam Qanun tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Dayah. Qanun nomor 3 yang disahkan DPRK Aceh Utara
pada 10 Januari 2012, yaitu:
Tujuan Penyelenggaraan Pendidikan Dayah di Aceh adalah untuk:
meningkatkan tata kelola Lembaga Pendidikan Dayah lebih baik, lengkap dan
seragam; meningkatkan mutu lembaga, sehingga mendapat pengakuan legalitas oleh
Pemerintah, Pemerintah Aceh Utara dan lembaga swasta lainnya; dan meningkatkan
kemampuan, efisiensi dan kehandalan bagi lulusan, sehingga menjadi insan
beriman dan bertakwa kepada Allah swt, berakhlak mulia, berilmu pengetahuan, demokratis,
cerdas, inovatif, bertanggung jawab, mandiri, dan memiliki keterampilan yang
bermanfaat untuk dirinya, masyarakat, negara, bangsa dan agama Islam.[3]
Disamping
itu, Badan Pembinaan Pendidikan Dayah Aceh (BPPD Aceh) tahun 2016 telah
menetapkan 7 program prioritas antara lain :
1. Program
Peningkatan Sarana dan Prasarana Dayah,
2. Program
Peningkatan Mutu Tenaga Pendidikan Dayah, Sasaran dari program ini dimaksudkan
untuk meningkatkan mutu tenaga pendidik melalui peningkatan kompetensi guru
dayah, memperbaiki manajemen pendidikan dayah dan penggunaan teknologi
pendidikan dalam proses belajar mengajar di dayah. Bentuk kegiatan dari program
ini meliputi Kegiatan Pelatihan Penulisan Kitab Kuning, Kegiatan Workshop
Pembina Kaligrafi bagi Teungku Dayah, Kegiatan Pelatihan Kompetensi
Teungku Dayah, Kegiatan Pendidikan Lanjutan Bagi Teungku Dayah ke Luar
Negeri, Kegiatan Penyediaan Insentif Pimpinan & Teungku Dayah,
Kegiatan Bantuan Untuk Tenaga Pengajar Bahasa Inggris & Bahasa Arab,
Kegiatan Bantuan untuk Ulama Dayah dan Kegiatan Pelatihan Perencanaan
Pembangunan Dayah.
3. Program
Pemberdayaan Santri Dayah, dimaksudkan untuk memberikan keterampilan hidup
kepada santri dayah, sehingga diharapkan para santri dayah mampu mandiri dan
berusaha sendiri sesuai dengan bakat dan keinginan dari santri dayah. melalui
program ini bppd aceh bekerjasama dengan instansi lain memberikan pembekalan
dan pengetahuanProgram ini meliputi Kegiatan Pembinaan Karakter bagi Santri
Dayah, Kegiatan Pelatihan Pembinaan Kaligrafi Santri Dayah, Kegiatan Pelatihan
Komputer Santri Dayah, Kegiatan Pelatihan Life Skill Santriwan &
Santriwati, Kegiatan Pelatihan Manajemen Pengurus Ikatan Santri Dayah, Kegiatan
Bantuan untuk Kegiatan Ekstra Kurikuler Santri, Kegiatan Bantuan Khusus Santri
Belajar di Luar Daerah & di Luar Negeri, Kegiatan Pekan Olah Raga Santri
Dayah (Porsanda) Se Aceh, Piala Bergilir Gubernur Aceh, Kegiatan Bantuan
Penulisan Karya Ilmiah untuk Teungku dan Santri, Kegiatan Musabaqah
Qira’atul Kutub & Sayembara Baca Kitab Kuning, Kegiatan Pembinaan Gudep
Pramuka Santri Dayah, Kegiatan Pelatihan Jurnalistik Santri.
4. Program
Pembinaan Manajemen Dayah, program ini dimaksudkan memberikan pengetahuan
manajerial kepada para teungku-teungku pimpinan dayah dalam
pengelolaan pendidikan dayah, manajerial keuangan, dayah dan administrasi
dayah. Kegiatan yang mendukung program ini meliputi Kegiatan Pelatihan
Manajemen Dayah, Kegiatan Pelatihan Pengembangan Silabus dan Kurikulum Dayah,
Kegiatan Legalisasi & Sertifikasi Kepemilikan Tanah Dayah, Kegiatan
Pelatihan Aset manajemen Dayah, Kegiatan Evaluasi dan Pelaporan Pembinaan
Pendidikan Dayah, Kegiatan Pelatihan Usaha Kesehatan Dayah, Kegiatan Bantuan
Modal Pemberdayaan Usaha Ekonomi Produktif, Kegiatan Pelatihan Sistem
Pengasuhan Santri.
5. Pemberdayaan
Ekonomi Dayah, program ini dimaksudkan untuk Penguatan – penguatan institusi
dan kelembagaan ekonomi dayah dalam rangka menumbuhkan sistem perekonomian
kolektif dan penguatan permodalan secara swadaya dan mandiri. Program ini
meliputi Pelatihan Ekonomi dayah produktif.
6. Program
Pengembangan Tekhnologi Informasi dan Perpustakaan Dayah, Program ini
dimaksudkan untuk pengembangan pendidikan melalui media tekhnologi
(e-learning), dan media pembelajaran.Program ini mencakup Kegiatan Penyusunan
Database Dayah, Kegiatan Penerbitan Berkala Majalah/Jurnal Dayah,
Kegiatan Penyediaan Alat Bantu Proses Belajar Mengajar di Dayah, Kegiatan
Pengelolaan Website BPP Dayah.
7. Program
Penelitian dan Pengembangan Dayah, program ini dimaksudkan untuk mengembangkan
pendidikan dayah melalui penelitian-penelitian yang dilakukan terhadap dayah
secara terus menerus dengan harapan pada akhirnya ditemukan apa yang dibutuhkan
oleh pendidikan dayah yang akan dituangkan dalam program dan kegiatan badan
pembinaan pendidikan dayah.[4]
Pemerintah
Aceh memerhatikan pendidikan dayah secara bertahap, dengan tujuan tercapainya
visi dan misi pendidikan dayah secara menyeluruh, namun kesinambungan dari
program 7 prioritas utama belum terasa dampaknya, karena masih terbilang sangat
terbatas sumber daya manusia yang telah dibimbing dengan berbgai diklat dan
pelatihan.
Sumber
daya manusia (human resources) yang mampuni menjadi barisan terdepan terhadap
majunya sebuah lembaga dayah, peningkatan kualitas
sumberdaya manusia merupakan isu aktual dalam arus perbincangan dayah era
kontemporer di Aceh. Intensnya perbincangan mengenai diskursus tersebut tidak
bisa dilepaskan dari realitas empirik keberadaan dayah di Aceh dewasa ini yang
dinilai kurang mampu mengoptimalisasi potensi yang dimilikinya.
Terdapat beberapa penelitian pendidikan dayah oleh Silahuddin
dalam sidang terbukanya, bedesarkan penelitian yang telah dilakukan maka
ditemukan bahwa budaya akademik di dayah masih stagnasi karena dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain:budaya akademik di dayah didapati secara turun
temurun, menggunakan kurikulum yang tradisional, metodologi pengajaran yang
digunakan di dayah masih statis danorganisasi dayah belum dikelola dengan
manajemen yang baik. Faktor-faktor tersebut berpengaruh pada tidak
berkembangnya budaya belajar, memberi pendapat, pengembangan keilmuan, dan
berorganisasi. Adapun upaya yang bisa dilakukan dalam pengembangan budaya
akademik di dayah adalah: Meningkatkan partisipasi dan komunikasi dengan
semua stakehoder,
melakukan pengembangan terstruktur dan meningkatkan SDM.[5]
Sehubungan
dengan pernyataan di atas penyusun ingin mengkaji manajemen pendidik dayah,
akan dijelaskan hal-hal yang terkait dengan pengertian dasar manajemen, siapa yang dimaksud dengan pendidik? Apa fungsi dan peranan pendidik?
Bagaimana mengatur (me-manage) tenaga pendidik dan kependidikan? Mengapa
tenaga pendidik dan kependidikan perlu di-manage? sesuai dengan list
pembagian tugas pada kontrak belajar pada mata kuliah Manajemen Pendidikan
Dayah.
B.
Pembahasan
1.
Pengertian
Manajemen
Secara etimologis manajemen berasala dari kata to manage yang
berarti mengurus, mengatur, mengemudikan, mengendalikan, menagani, mengelola,
menyelenggarakan, menjalankan, melakasanakan, dan memimpin. Sedangkan management
berasal dari kata mano yang
berubah menjadi manus berarti bekerja berkali-kali dengan menggunakan
tangan, ditambah imbuhan agere yang berarti melakukan sesuatu, kemudian
menjadi managieare yang berarti melakukan sesuatu berkali-kali dengan
menggunakan tangan-tangan.[6]
Sedangkan secara istilah Earl F. Lundgren
mendefinisikan manajemen sebagai berikut: Management is the force that
through decision making based in knowleged and understanding, interrelates, via
appropiate lingking proscesses all the element of the organizational system in
the manner designed to achieve the organizational objective (manajemen
adalah sebuah kekuatan melalui pembuatan keputusan yang didasari pengetahuan
dan pengertian yang saling terkait dan terpadu melalui lingkungan proses yang
tepat dari semua unsur sistem organisasi dalam suatu cara yang didesain untuk
mencapai tujuan organisasi).[7]
Sedangkan H. Koontz dan Donnel mendefinisikan “Management
is getting things done through the efforts of other people”.[8]
manajemen adalah usaha mendapatkan sesuatu melalui kegiatan orang lain. Lalu
R.W Morell, “Management is that activity in the organization and deciding
upon the ends of the organization and diciding upon the means by which the
goals are to be effectivelly reached”.[9]
Manajemen adalah kegiatan di dalam sebuah organisasi dan penetapan tujuan
organisasi serta penetapan penggunaan alat-alat dengan tujuan mencapai tujuan
yang efektif.
Dalam dunia pendidikan juga tidak lepas dari
konsep-konsep manajeman, maka dari itu kemudian kita mengenalnya dengan istilah
“manajamen pendidikan”. Kemudian apabila kita ingin mendefinisikan secara
sederhana manajamen pndidikan dapat diartikan sebuah konsep manajamen yang di
terapkan dalam dunia pendidikan dengan spesifikasi dan ciri kahas tertentu
sesuai dengan apa yang ada dalam pendidikan. Manajamen pendidikan bukanlah
objek bahasan dalam praktik pendidikan namun, ia pada dasarnya hanyalah alat
yang dibutuhkan untuk mencapai sebuah tujuan dengan efektiv dan evesien.
Sehingga dapat menigkatkan produktivitas
lembaga pendidikan.
2.
Pengertian Pendidik Dayah
Sebagaimana teori Barat, pendidik dalam Islam adalah orang-orang
yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya
mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa),
kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).[10]
Dalam Qanun Kabupaten Aceh Utara Nomor 3 Tahun 2012
Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Dayah
menyebutkan bahwa pendidik adalah tenaga pendidik dayah yang berkualitas sebagai Gure, teungku, dosen,
konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan
sebutan lain yang sesuai dengan kekhususan, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan.[11]
Terdapat beberapa nama pendidik lembaga pendidikan Islam
beserta fungsinya, diantanya;
a.
Mu’allim adalah: orang yang menguasai ilmu dan mampu mengembangkannya
sertamenjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan
praktisnya, sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan, internalisasi
serta implementasi.
b.
Mu’addib adalah: orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk
bertanggungjawab dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa depan.
c.
Mudarris adalah: orang yang memiliki kepekaan intelektual dan
informasi serta memperbaharui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan,
dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohan mereka, serta
melatih keterampilan sesuai dengan bakat , minat dan kemampuannya.
d.
Mursyid adalah: orang yang mampu menjadi
model atau sentral identifikasi diri atau menjadi pusat anutan, teladan
dan konsultan bagi peserta didiknya.[12]
Muncul nama
baru pendidik dalam satuan pendidikan di aceh, yaitu gure/teungku. Gure/teungku
adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi Thalabah/santri pada Pendidikan
Dayah.
Dari definisi
dan tujuan fungsional guree/teungku maka penyusun cendrung membahas apa
saja yang tercamtum pada Qanun Pendidikan Dayah yang gure/tgk itu menjadi objek
kajian pada makalah ini. Sembari hampir sama dengan Undang-undang Nomor 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, namun kearifan lokal yang di
miliki oleh Aceh perlu dipertimbangkan dari segi nama, fungsi dan tugas
pendidik dayah itu tersendiri. Disamping ada nama lain seperti Ustaz/
ustazah menjadi popular dikalangan
santri dayah terpadu maupun modern. Padahal sebutan ustaz/ustazah itu sebanding
dengan professor di timur tengah sana.
Pendidik adalah spiritual father (bapak rohani), bagi
peserta didik yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak
mulia, dan meluruskan perilakunya yang buruk. Oleh karena itu, pendidik
memiliki kedudukan tinggi. Dalam beberapa Hadits disebutkan: “Jadilah engkau
sebagai guru, atau pelajar atau pendengar atau pecinta, dan Janganlah engkau
menjadi orang yang kelima, sehingga engkau menjadi rusak”. Dalam Hadits Nabi
SAW yang lain: “Tinta seorang ilmuwan (yang menjadi guru) lebih berharga
ketimbang darah para syuhada”.[13]
Seorang guree/teungku
adalah seorang pendidik. Pendidik ialah “orang yang memikul tanggung jawab untuk
membimbing”.[14]
Pendidik tidak sama dengan pengajar, sebab pengajar itu hanya sekedar
menyampaikan materi pelajaran kepada murid. Prestasi yang tertinggi yang dapat
dicapai oleh seorang pengajar apabila ia berhasil membuat pelajar memahami dan
menguasai materi pengajaran yang diajarkan kepadanya. Tetapi seorang pendidik
bukan hanya bertanggung jawab menyampaikan materi pengajaran kepada murid saja
tetapi juga membentuk kepribadian seorang anak didik bernilai tinggi. [15]
Untuk menjadi seorang pendidik yang baik, Imam
Al-Ghazali menetapkan beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang guree/teungku.
Tulisan berikut ini merupakan kutipan yang diambil oleh penulis dari buku
Abuddin Nata ketika menjelaskan kriteria
guru yang baik dari kitab Ihyaa Ulumuddin yang merupakan karya
monumental Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali. Sengaja kutipan di bawah
ini diberi sedikit komentar untuk lebih memperjelas maksud yang hendak
disampaikan.
Al-Ghazali berpendapat bahwa guree/teungku
yang dapat diserahi tugas mendidik adalah guree/teungku yang selain
cerdas dan sempurna akalnya, juga guru yang baik akhlaknya dan kuat
fisiknya Dengan kesempurnaan akal ia dapat memiliki berbagai ilmu
pengetahuan secara mendalam, dan dengan akhlaknya yang baik ia dapat menjadi
contoh dan teladan bagi para muridnya, dan dengan kuat fisiknya ia dapat
melaksanakan tugas mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak muridnya.
Selain sifat-sifat umum yang harus dimiliki
guru sebagaimana disebutkan di atas, seorang guru juga harus memiliki
sifat-sifat khusus atau tugas-tugas tertentu sebagai berikut :[16]
Pertama, Jika praktek
mengajar merupakan keahlian dan profesi dari seorang guree/teungku, maka
sifat terpenting yang harus dimilikinya adalah rasa kasih sayang. Sifat ini
dinilai penting karena akan dapat menimbulkan rasa percaya diri dan rasa
tenteram pada diri murid terhadap guree/teungku. Hal ini pada gilirannya
dapat menciptakan situasi yang mendorong murid untuk menguasai ilmu yang
diajarkan oleh seorang guree/teungku.
Kedua, karena
mengajarkan ilmu merupakan kewajiban agama bagi setiap orang alim
(berilmu), maka seorang guree/teungku tidak boleh menuntut upah atas
jerih payahnya mengajarnya itu. Seorang guree/teungku harus meniru
Rasulullah SAW. yang mengajar ilmu hanya karena Allah, sehingga dengan mengajar
itu ia dapat bertaqarrub kepada Allah. Demikian pula seorang guree/teungku
tidak dibenarkan minta dikasihani oleh muridnya, melainkan sebaliknya ia harus
berterima kasih kepada muridnya atau memberi imbalan kepada muridnya apabila ia
berhasil membina mental dan jiwa. Murid telah memberi peluang kepada guree/teungku
untuk dekat pada Allah SWT. Namun hal ini bisa terjadi jika antara guree/teungku
dan murid berada dalam satu tempat, ilmu yang diajarkan terbatas pada ilmu-ilmu
yang sederhana, tanpa memerlukan tempat khusus, sarana dan lain sebagainya.
Namun jika guree/teungku yang mengajar harus datang dari tempat yang
jauh, segala sarana yang mendukung pengajaran harus diberi dengan dana yang
besar, serta faktor-faktor lainnya harus diupayakan dengan dana yang tidak
sedikit, maka akan sulit dilakukan kegiatan pengajaran apabila gurunya tidak
diberikan imbalan kesejahteraan yang memadai.
Ketiga, seorang guree/teungku
yang baik hendaknya berfungsi juga sebagai pengarah dan penyuluh yang jujur dan
benar di hadapan murid-muridnya. Ia tidak boleh membiarkan muridnya mempelajari
pelajaran yang lebih tinggi sebelum menguasai pelajaran yang sebelumnya. Ia
juga tidak boleh membiarkan waktu berlalu tanpa peringatan kepada muridnya
bahwa tujuan pengajaran itu adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT,. Dan
bukan untuk mengejar pangkat, status dan hal-hal yang bersifat keduniaan.
Seorang guree/teungku tidak boleh tenggelam dalam persaingan,
perselisihan dan pertengkaran dengan sesama guru lainnya.
Keempat, dalam
kegiatan mengajar seorang guree/teungku hendaknya menggunakan cara yang
simpatik, halus dan tidak menggunakan kekerasan, cacian, makian dan sebagainya.
Dalam hubungan ini seorang guree/teungku hendaknya jangan mengekspose
atau menyebarluaskan kesalahan muridnya di depan umum, karena cara itu dapat
menyebabkan anak murid yang memiliki jiwa yang keras, menentang, membangkang
dan memusuhi guree/teungkunya. Dan jika keadaan ini terjadi dapat
menimbulkan situasi yang tidak mendukung bagi terlaksananya pengajaran yang
baik.
Kelima, seorang guree/teungku
yang baik juga harus tampil sebagai teladan atau panutan yang baik di hadapan
murid-muridnya. Dalam hubungan ini seorang guree/teungku harus bersikap
toleran dan mau menghargai keahlian orang lain. Seorang guree/teungku
hendaknya tidak mencela ilmu-ilmu yang bukan keahliannnya atau spesialisasinya.
Kebiasaan seorang guree/teungku yang mencela guru ilmu fiqih dan guree/teungku
ilmu fiqih mencela guru hadis dan tafsir, adalah guree/teungku yang
tidak baik. [17]
Keenam, seorang guree/teungku
yang baik juga harus memiliki prinsip mengakui adanya perbedaan potensi yang
dimiliki murid secara individual dan memperlakukannya sesuai dengan tingkat
perbedaan yang dimiliki muridnya itu. Dalam hubungan ini, Al-Ghazali
menasehatkan agar guree/teungku membatasi diri dalam mengajar sesuai
dengan batas kemampuan pemahaman muridnya, dan ia sepantasnya tidak memberikan
pelajaran yang tidak dapat dijangkau oleh akal muridnya, karena hal itu dapat
menimbulkan rasa antipati atau merusak akal muridnya.[18]
Ketujuh, seorang guree/teungku
yang baik menurut Al-Ghazali adalah guree/teungku yang di samping
memahami perbedaan tingkat kemampuan dan kecerdasan muridnya, juga memahami
bakat, tabiat dan kejiawaannya muridnya sesuai dengan tingkat perbedaan
usianya. Kepada murid yang kemampuannya kurang, hendaknya seorang guree/teungku
jangan mengajarkan hal-hal yang rumit sekalipun guree/teungku itu
menguasainya. Jika hal ini tidak dilakukan oleh guree/teungku, maka
dapat menimbulkan rasa kurang senang kepada guru, gelisah dan ragu-ragu.
Kedelapan, seorang guree/teungku
yang baik adalah guree/teungku
yang berpegang teguh kepada prinsip yang diucapkannya, serta berupaya untuk
merealisasikannya sedemikian rupa. Dalam hubungan ini Al-Ghazali mengingatkan
agar seorang guru jangan sekali-kali melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan prinsip yang dikemukakannya. Sebaliknya jika hal itu dilakukan akan
menyebabkan seorang guree/teungku kehilangan wibawanya. Ia akan menjadi sasaran
penghinaan dan ejekan yang pada gilirannya akan menyebabkan ia kehilangan
kemampuan dalam mengatur murid-muridnya. Ia tidak akan mampu lagi mengarahkan
atau memberi petunjuk kepada murid-muridnya.
Dari delapan sifat guru yang baik sebagaimana
dikemukakan di atas, tampak bahwa sebagiannya masih ada yang sejalan dengan
tuntutan masyarakat modern. Sifat guree/teungku yang mengajarkan
pelajaran secara sistematik, yaitu tidak mengajarkan bagian berikutnya sebelum
bagian terdahulu dikuasai, memahami tingkat perbedaan usia, kejiwaan dan
kemampuan intelektual siswa, bersikap simpatik, tidak menggunakan cara-cara
kekerasan, serta menjadi pribadi panutan dan teladan adalah sifat-sifat yang
tetap sejalan dengan tuntutan masyarakat modern.
3.
Manajemen
Pendidik Dayah
Manajamen
merupakan seni yang harus dimainkan oleh seorang pimpinan organisasi atau pimpinan
dayah secara piyawai. Disebut seni karna obyeknya adalah manusia atau sumber
daya manusia yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda antara satu dengan
yang lainnya. Dan seorang manager atau pimpinan dayah harus mampu membaca
potensi-potensi yang dimiliki setiap anggotanya untuk di tempatkan diposisi dan
bagian yang sesuai dengan kualifikasi dan keahliannya masing-masing. Put the
raight man in the raight place! (posisikan orang yang tepat pada posisi
yang tepat)
Kemampuan
memimpin seorang pimpinan dayah sangat mempengaruhi keberhasilan dalam mencapai
tujuan yang diinginkan. Prilakunya juga harus dapat menigkatkan
kinerja,motivasi, dan semangat orang-orang yang dipimpinnya dengan menunjukkan
rasa bersahabat, dekat, dan penuh pertimbangan. Seorang pimpinan dayah juga
harus memiliki kemampuan untuk tetap dapat menjaga iklim dan suasana kerja yang
kondusif bagi seluruh penghuninya.
Manajemen
tenaga kependidikan (guru dan pegawai) mutlak harus diterapkan oleh pimpinan
dayah agar dapat mendayagunakan pendidik secara efektif dan efesien untuk
mencapai hasil yang optimal. Sesuai dengan hal ini, maka seorang pimpinan dayah
harus dapat mencari, memposisikan, mengevaluasi, mengarahkan, memotivasi, dan
mengembangkan bakat setiap guru dan pegawainya serta mampu menyelaraskan tujuan
individu dan organisasi.
Tahapan kelola
pendidik harus dilaksanakan lembaga untuk
mempersiapkan lembaga yang berkualitas. Mencari pendidik yang bukan soal
yang mudah, dibutuhkan strategi jitu untuk merumuskan itu semua. Berawal dari
mencari rekan-rekan terdekat yang bisa bekerja sama sampai kepada iklan koran
yang meraup dimensi pelamar yang sangat luas. Tinggal menyaring bedasarkan
kebutuhan dayah.
Manajemen
pendidik (guru/gure/teungku) mencakup (1) perencanaan pegawai, (2)
pengadaan pegawai, (3) pembinaan dan pengembangan pegawai, (4) promosi dan
mutasi, (5) pemberhentian pegawai, (6) kompensasi dan penghargaan.[19] Hal-hal
tersebut mutlak dilakukan oleh seorang pimpinan dayah secara serius, baik, dan
benar agar apa yang diharapkan dari para pendidik dapat terealisasi dengan
tepat sesuai dengan kualifikasi dan kemampuan yang sesuai sehingga dapat
menjalani tugas dan pekerjaannya dengan optimal.
1. Perencanaan pendidik
dayah.
Perencanan merupakan salah satu fungsi dari
manajemen yang tidak boleh ditinggalkan. Bisa dikatakan bahwa perencanaan dalam
pendidikan merupakan praktik yang terjadi sepanjang waktu.[20]
Hal ini dimaksudkan untuk menentukan kebutuhan pegawai, baik itu secara
kuantitas atau secara kualitas yang akan ditempatkan pada posisi-posisi yang
dibutuhkan sekarang dan masa yang akan datang. Untuk merencanakan kebutuhan
pegawai seorang pimpinan dayah harus mengidentifikasi atau menganalisis
terlebih dahulu bentuk pekerjaan, tugas, dan jabatan yang sangat urgent
dibutuhkan agar tidak terjadi kesalahan dalam recruitment dan penempatan
posisi.
Salah satu metode dalam perencanaan pendidikan
yang dapat digunakan adalah metode proyeksi. Bukan berarti proyeksi itu dapat
diartikan sama dengan perkiraan, keduanya merupakan hal yang berbeda. Proyeksi
adalah suatu aktivitas memperkirakan suatu kondisi dimasa depan berdasarkan data
dan informasi dimasa lampau dan masa kini.[21]
Sedangkan perkiraan biasa disebut forcasting yang tidak menggunakan atau
membutuhkan data atau informasi, baik itu dimasa yang akan datang, sekarang dan
masa lampau. Begitu juga dengan dayah, dayah juga harus memilki forcasting dalam
mengembangkan manajemennya. Data dan informasi yang dikumpulkan akan menjadi
neraca pertimbangan kearah mana dayah tersebut akan direalisasikan.
2. Pengadaan
pendidik dayah
Setelah merencanakan kebutuhan pegawai baik
secara kuantitas dan kualitas barulah pimpinan dayah melakukan recruitment
untuk mendapatkan calon-calon pendidik dengan cara mengumumkannya di
media-media elektronik dan cetak. Setelah banyak pelamar yang mendaftarkan diri
mereka pimpinan dayah harus melakukan penyaringan atau seleksi calon-calon
pendidik melalui tes tertulis, lisan, dan praktek agar mendapatkan
tenaga-tenaga kependidikan yang handal sesuai dengan klasifikasi dan
kualifikasi yang dibutuhkan.
Pengadaan gure/teungku harus dilakukan pimpinan
dayah dengan cermat dan pemillihan yang ketat demi mendapatkan personalia yang
tepat dan memenuhi syarat. Jika hal ini dilakukan sembarangan atau dalam kata
lain terkesan sembarangan maka bisa jadi dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya di sekolah tidak akan maksimal, yang pada akhirnya akan berdampak
kepada ketercapaian tujuan dayah.
Untuk pengadaan guree/teungku, penulis
memunculkan sebuah rencana strategi rekrutmen guree/teungku yang
dilakukan oleh Dayah Ulumuddin Kota Lhokseumawe. Di mana sebuah iklan dimuat
pada sebuah koran ternama di Aceh, dalam iklan tersebut menyebutkan;
“Sekretariat Dayah Ulumuddin saat ini membutuhkan tenaga kerja untuk posisi
sebagai berikut: Tenaga Pengajar Kitab Kuning. Persyaratan: (1) Lulusan dayah 7
tahun berijazah, (2) ber’aqidah ahlussunnah wal jama’ah, (3) mampu
mengajar kitab I’anatut Thalibin, (3) bersedia ikut tes baca kitab dan
wawancara pada hari: Ahad, tanggal 10 Juli 2016 di Kompleks Ulumuddin. Bagi
yang berminat, lamaran dikirim ke alamat berikut: Jln. H. Meunasah
Uteunkot-Cunda, Kota Lhokseumawee.[22]
Penulis mengambil kesimpulan, indikator guree/teungku
yang dimaksud dalam iklan tersebut adalah mampu menguasai kitab kuning,
berakidah ahli sunnah wal jamaah. Kriteria guree/teungku yang diusung oleh lembaga tersebut ternyata
langkah awal untuk mewujudkan visi barunya yaitu, mampu membaca kitab kuning.[23] Sehingga
yayasan melakukan rekrutmen untuk mendapatkan guree/teungku yang dapat
menggiring tujuan dari lembaga tersebut.
3. Pembinaan dan
pengembangan pendidik dayah.
Kegiatan ini sangat perlu dilakukan bagi
seorang pimpinan dayah apa bila diperjalanan karir dan masa tugas para tenaga
pendidik dan kependidikan tersebut
mengalami kemunduran dan melemahnya kinerja mereka yang mengakibatkan pada
buruknya kualitas kerja mereka. Untuk dapat mengembalikan kualitas dan motivasi
kerja mereka, seorang pimpinan dayah harus mampu melakukan pembinaan yang
intensif dan evaluasi kerja secara mendalam. Salah satu caranya adalah dengan
mengadakan pelatihan-pelatihan dan seminar tentang wawasan kerja dan keahlian.
Seorang pimpinan dayah juga harus mengetahui
penyebab dasar dari melemahnya motivasi dan kinerja mereka, agar nantinya pimpinan
dayah mampu mengambil langkah bentuk pembinaan atau pelatihan apa yang cocok
diberikan kepada mereka agar motivasi dan kinerja mereka dapat kembali optimal
dan dapat melaksanakan semua tugas maupun kewajiban mereka. Jangan sampai pimpinan
dayah menutup mata dalam kasus ini, apabila ini terjadi dalam jangkan yang lama
bukan hanya kondisi dan lingkungan kerja sekolah yang tidak kondusif tapi bisa
jadi proses belajar mengajar dikelas juga akan berdampak parah yang pada
akhirnya mutu dan kualitas sekolah menjadi harga yang harus dibayar mahal oleh dayah.
Kesiapan pendidik dalam menanggulangi
permintaan pelanggan pendidikan menjadi sorotan utama dalam hal kesiapan
pendidik menghadapi perserta didik dalam berbagai demensi waktu. Persiapan
mental dan bahan ajar juga sangat mempengaruhi kesuksesan proses belajar
mengajar, karena guree/teungku dituntut harus meng up date informasi
dan memahami isu-isu actual yang terjadi di dunia pendidikan.
4. Promosi dan
mutasi
Seiring dengan berjalannya waktu maka seorang pimpinan
dayah harus sudah mengkantongi potensi dan kelemahan para pendidiknya agar dapat
melakukan penaikan pangkat, jabatan, atau statusnya bagi mereka yang memiliki
kualitas terbaik dan kinerja yang memuaskan. Namun bagi mereka yang terkesan
malas, tidak produktif, dan tidak mampu menjalani tugas dengan baik maka pimpinan
dayah dapat melakukan rotasi jabatan atau mutasi demi mendapatkan penyegaran
dan penyesuaian.
Khusus untuk promosi kenaikan status gure/teungku
atau pegawai harus sangat diperhatikan, apalagi bagi guru yang sudah bekerja
cukup lama maka pimpinan dayah harus cepat mengambil keputusan kenaikan apa
yang pantas diterima guru tersebut?. Hal yang paling awal mungkin gure/teungku
dapat melakukan penaikan gaji misalnya, atau dengan kenaikan status dari guru
tidak tetap menjadi guru tetap. Atau memfasilitasi guru tersebut untuk melakukan
pengurusan sertifikasi. Promosi-promosi jabatan dan satus ini sangat besar
dampaknya bagi gure/teungku dan pegawai yang bersangkutan karena ini
menjadikan mereka merasa dihormati dan dihargai keberadaan mereka didayah.
Apabila mereka mersa dihargai dan dihormati maka guru dan pegawai tersebut akan
mampu mengeluarkan segenap usaha dan upayanya dalam memajukan dan mensukseskan
sekolah dalam proses belajar mengajar dan mencapai tujuan yang diinginkan
sekolah.
5. Pemberhentian
Yang dimaksud dengan hal ini adalah pencopotan
atau pelepasan seseorang dari tugas dan tanggung jawabnya yang diputuskan oleh pimpinan
dayah karena hal dan sebab tertentu. Apabila seorang pegawai yang sudah tidak
mampu lagi menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebaik dan semaksimal
mungkin, maka pimpinan dayah harus bisa mengambil tindakan tegas dengan
memberhentikannya dengan syarat sudah menjalani pertimbangan yang matang dan
mendalam terhadap kasus yang berjalan.
Di dayah pemberhentian guree/teungku menjadi
hal sangat memalukan, terlebih-lebih diberhentikan dengan tidak terhormat
karena melanggar etika dan moral. Berbanding terbalik bila dibeerhentikan
dengan secara terhormat, karena menimbang kesiapan pendidik lebih cocok untuk
diresafel pada tempat dan atau jabatan lain yang lebih tepat.
6. Penghargaan
Yang dimaksud
dengan kompensasi adalah balas jasa yang diberikan organisasi kepada pegawai,
yang dapat dinilai dengan uang dan mempunyai kecendrungan diberikannya secara
tetep.[24]
Bentuk kompensasi tersebut dapat berupa gaji, tunjangan, dan fasilitas hidup.
Hal-hal ini penting untuk mendongkrak atau menigkatkan kinerja dan kualitas
kerja para guree/teungku dan tenaga kependidikan, karena hal ini bisa
saja menjadi peluang bagi setiap orang yang melihat ini sebagai motivasi dari
luar untuk melakukan pekerjaan dan tugasnya lebih baik lagi hari demi hari.
Seorang pimpinan dayah harus mampu menentukan kedua hal tersebut di atas dengan
bijak, tentu pemberian kompensasi atau rewards ini harus disesuaikan
dengan hasil dan kualitas yang sudah dicapai oleh setiap guru atau pegawai.
Dari keenam hal
yang berkaitan dengan manajemen pendidik diatas kita dapat membayangkan bahwa
tugas seorang pimpinan dayah bukanlah perkara yang mudah, disamping ia harus
mengatur dayah dengan baik untuk dapat mencapi tujuan yang diinginkannya ia juga dituntut untuk
bisa piyawai dalam mengatur sumberdaya manusia yang ada agar berjalan sesuai
dengan apa yang diharapkan dan mencapai tujuan organisasi dengan efektif dan
efesien.
C.
Penutup
Pengaturan sumber daya manusia dalam lembaga
pendidikan merupakan hal yang penting untuk menigkatkan mutu dan kualitas
pendidikan, karena beberapa bentuk kegitan dan program pendidikan yang ada di
dayah sangat bergantung dengan tenaga pendidik dan kependidikan. Maka
diharapkan pimpinan dayah harus mampu mengatur dan memperdaya gunakan sumber
daya manusia yang ikut terlibat di dalamnya. Agar pengelolaan dan pengturan
sumber daya manusia lebih mudah hendaknya pimpinan dayah merekrut sumber daya
manusia yang dibutuhkan sesuai dengan kualifikasi dan standarisasi yang
dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan Nasional dan Kebudayaan melalui PERMENDIKNAS (lihat permendiknas No. 12 tahun
2007 ttg Standart Pengawas, No 13 tahun 2007 ttg kepala sekolah, No 24 tahun 2008
ttg Tenaga Kependidikan, No 25 tahun 2008 ttg Tenaga Perpustakaan).
Manajemen adalah usaha mendapatkan sesuatu
melalui kegiatan orang lain. Lalu R.W Morell, “Management is that activity
in the organization and deciding upon the ends of the organization and diciding
upon the means by which the goals are to be effectivelly reached” Manajemen
adalah kegiatan di dalam sebuah organisasi dan penetapan tujuan organisasi
serta penetapan penggunaan alat-alat dengan tujuan mencapai tujuan yang
efektif.
Dalam dunia pendidikan juga tidak lepas dari
konsep-konsep manajeman, maka dari itu kemudian kita mengenalnya dengan istilah
“manajamen pendidikan”. Kemudian apabila kita ingin mendefinisikan secara
sederhana manajamen pndidikan dapat diartikan sebuah konsep manajamen yang di
terapkan dalam dunia pendidikan dengan spesifikasi dan ciri kahas tertentu
sesuai dengan apa yang ada dalam pendidikan. Manajamen pendidikan bukanlah
objek bahasan dalam praktik pendidikan namun, ia pada dasarnya hanyalah alat
yang dibutuhkan untuk mencapai sebuah tujuan dengan efektiv dan evesien.
Nama lain pendidik pada lembaga pendidikan Islam adalah
sebagai berikut; Mu’allim adalah: orang yang menguasai ilmu dan mampu
mengembangkannya sertamenjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi
teoritis dan praktisnya, sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan, internalisasi
serta implementasi. Mu’addib adalah: orang yang mampu
menyiapkan peserta didik untuk bertanggungjawab dalam membangun peradaban yang
berkualitas di masa depan. Mudarris adalah: orang yang memiliki
kepekaan intelektual dan informasi serta memperbaharui pengetahuan dan
keahliannya secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya,
memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat ,
minat dan kemampuannya. Mursyid adalah: orang yang mampu menjadi model
atau sentral identifikasi diri atau menjadi pusat anutan, teladan dan konsultan
bagi peserta didiknya.
Manajemen
pendidik (guru/gure/teungku) mencakup (1) perencanaan pegawai, (2) pengadaan
pegawai, (3) pembinaan dan pengembangan pegawai, (4) promosi dan mutasi, (5)
pemberhentian pegawai, (6) kompensasi dan penghargaan.[25]
Hal-hal tersebut mutlak dilakukan oleh seorang pimpinan dayah secara serius,
baik, dan benar agar apa yang diharapkan dari para pendidik dapat terealisasi
dengan tepat sesuai dengan kualifikasi dan kemampuan yang sesuai sehingga dapat
menjalani tugas dan pekerjaannya dengan optimal.
Apabila pimpinan dayah mampu me-manage dengan
baik semua aspek substantif pendidikan. guree/teungku yaitu “orang yang memikul tanggung jawab untuk
membimbing” merupakan ujung tombak dalam pelaksanaan
pendidikan di dayah. Setiap guree/teungku harus membekali dirinya dengan
cerdas dan sempurna akalnya, juga guru yang baik akhlaknya dan kuat
fisiknya Dengan kesempurnaan akal ia dapat memiliki berbagai ilmu
pengetahuan secara mendalam, dan dengan akhlaknya yang baik ia dapat menjadi
contoh dan teladan bagi para muridnya, dan dengan kuat fisiknya ia dapat
melaksanakan tugas mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak muridnya.
Pembina yayasan di dayah diharapkan
melaksanakan sepenuhnya fungsi-fungsi manajemen, maka lembaga pendidikan yang
ia pimpin akan dapat berjalan dengan baik dan mampu mencapai tujuannya dan
menghasilkan out-put pendidikan yang berkualitas yang mampu menjawa tantangan
zaman global yang akan hidup dan berkembang di generasi Emas Indonesia 2045.
[1] Mukhlisuddin
Ilyas, Mengawal Pendidikan Dayah, http://www.satumedia.net/
uncategorized/mengawal-pendidikan-dayah,
diakses pada tanggal 1 November 2016. (penulis adalalah penulis buku
Pendidikan Dayah di Aceh Mulai Hilang Identitas)
[2] Ibid…
[3] http://atjehpost.co/berita2/read/Ini-Isi-Qanun-Penyelenggaraan-Pendidikan-Dayah-Aceh-Utara-11260. Diakses pada
tanggal 1 November 2016.
[4]http://bppd.acehprov.go.id/index.php/event/read/2016/08/31/3/badan-pembinaan-pendidikan-
dayah-aceh-tetapkan-7-program-prioritas.html diakses pada tanggal 1 November
2016.
[5] http://www.ar-raniry.ac.id/berita/program-pascasarjana/782/budaya-akademik-dalam-sistem-pendidikan-dayah-salafiyah-di-kabupaten-aceh-besar diakses pada
tanggal 2 November 2016.
[6] Maman Ukas di
dalam Didin Kurniadin dan Imam Machali, Manajemen Pendidikan. Konsep &
Prinsip Pengelolaan Pendidikan (Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA. 2012) h. 23.
[7] Albert
Lepawsky dan Earl F. Lundgren di dalam Maman Ukas, Manajemen: Konsep,
Prinsip, dan Aplikasi (Bandung: Ossa
Promo, 1999), h. 11.
[8] H. Koonzt dan
Cyril O`Donnel di dalam Didin Kurniadin dan Imam Machali, loc. cit.,
h. 28.
[9] Ibid., h. 28
[10] Ahmad Tafsir, Ilmu
Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1992), h. 74-75.
[11]http://atjehpost.co/asset/pdf/Isi%20Lengkap%20Qanun%20Penyelenggaraan%20Pendidikan%20Dayah.pdf diakses pada
tanggal 2 November 2016.
[13] M. Athiyah
al-Abrasyi, Dasar-dasr Pokok Pendidikan Islam, terj..Bustami A. Ghani,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h. 135-136
[14] Ramayulis, Didaktik
Metodik, Padang : Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol, 1982. Hal. 42
[15] Ibid… hal.36
[16] Nata, Abuddin,
, Pemikiran
Para Tokoh Pendidikan Islam: Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam,
Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, Cet. I, 2000. Hal. 95-99.
[17]
Al-Ghazali, Ihyaa Ulumuddin, Beirut : Daar
al-Fikr, Juz I, t. th. Hal, 50.
[18] Ibid… hal. 51
[19] E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal.
42.
[20] Matin, Perencanaan
Pendidikan: Prspektif Proses dan Teknik dalam Penyusunan Rencana Pendidikan
( Jakarta: Rajawali Press, 2013), h. 10.
[21] Ibid,.
hal, 101.
[22] Trimbun Aceh,
Iklan terbit tanggal 28 Juni 2016. Diakses pada tanggal, 8 Desember 2016.
[23] Provil Dayah
Ulumuddin.
[24] E. Mulyasa, op,
cit,. h 45.
Comments
Post a Comment